Contoh Puisi Satire – Apa yang di maksud puisi satire dan contohnya ? Pada postingan Kolaminfo.com kali ini kita akan bahas apakah Puisi Satire dan Contohnya, tanpa berlama-lama mari kita langsung saja pada artikel dibawah ini, mari kita simak agar bisa lebih memahaminya.
Contoh Puisi Satire
Satire adalah jenis puisi baru yang isinya memuat tentang sindiran kepada penguasa atau orang yang memiliki posisi/jabatan/kedudukan.Satire berasal dari bahasa latin yaitu satura yang berarti kritikan atau kecaman tajam terhadap suatu fenomena; dan tidak puasnya hati suatu golongan (pada pemimpin yang zalim).
Satire juga bisa diartikan sebagai puisi yang isinya mengecam, mengejek dengan kasar dan tajam suatu ketidakadilan dalam masyarakat.Secara singkat, pengertian puisi satire yaitu salah satu jenis puisi baru yang berisikan sindiran atau kritikan.
Adapun ciri ciri atau karakteristik puisi satire, diantaranya yaitu:
- Bentuknya rapi, simetris.
- Setiap barisnya merupakan kesatuan sintaksis.
- Berisi sindiran.
- Sebagian besar puisi empat seuntai.
Berikut adalah beberpa contoh puisi Satire diantaranya adalah :
Aku bertanya
Oleh: WS Rendra
Aku bertanya…
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dalam kaki dewi kesenian.
Diponegoro
Karya: Chairil Anwar
Di Masa Pembangunan Ini
Tuan Hidup Kembali
Dan Bara Kagum Menjadi Api
Di Depan Sekali Tuan Menanti
Tak Gentar. Lawan Banyaknya Seratus Kali.
Pedang Di Kanan, Keris Di Kiri
Berselempang Semangat Yang Tak Bisa Mati.
Maju
Ini Barisan Tak Bergenderang-Berpalu
Kepercayaan Tanda Menyerbu.
Sekali Berarti
Sudah Itu Mati.
Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan Api.
Punah Di Atas Menghamba
Binasa Di Atas Ditindas
Sesungguhnya Jalan Ajal Baru Tercapai
Jika Hidup Harus Merasai
Maju, Serbu, Serang, Terjang
Senja Hitam di Kaki Langit
Sesosok bayi lahir di tengah-tengah pendosa
Engkau terus bertanya, apa maksud dari takdir Tuhan tersebut
Nanti ketika besar, akankah dia menjadi seperti engkau
Jatuh pada lubang yang sama seperti pendosa lainnya
Atau Tuhan telah menyiapkan takdir lain?
Haruskah engkau enyahkan bayi itu saja?
Iba dirimu jika harus melihatnya besar dengan lumuran dosa
Turut hanyut bersama ajaran-ajaran pendahulunya, si pembuat dosa besar
Akhirnya berujung seperti engkau, dia tidak lagi punya pilihan
Membawa serta dosa sepanjang hidupnya
Dibalik wajah polos si bayi, ingatanmu kembali melayang saat engkau masih muda
Impian yang dipupuk begitu tinggi, membuatmu tanpa sadar menjadi bagian dari pendosa itu
Kesempatan tidak akan pernah datang dua kali, sayangnya
Ah, engkau menyesalkan pilihanmu dulu
Kesucianmu engkau korbankan, asalkan mendapatkan lembaran-lembaran merah penyambung hidup
Itulah keputusan egoismu, yang membuat bayi kecil ini terancam ikut menjadi pendosa
Lagi tangis kecilnya menyadarkanmu akan realita
Akhirnya engkau memutuskan sesuatu demi bayi itu
Nafas bayi kecil itu yang begitu tenang, membuatmu menggumamkan maaf berkali-kali
Gumaman maaf karena telah melahirkannya di tengah-tengah para pendosa ini
‘Ibu tak akan rela membiarkanmu menanggung dosa, Nak,’ kata engaku pelan sebelum mengambilkan keputusan itu
Tikaman tepat di jantungnya telah mengantarkan si bayi pada kebebasan
Karena aku perempuanmu
Tegas gurat wajahmu, lelakiku yang tampan, bermandikan pesona tak bercela
Tanganmu lembut membelai punggung telanjang wanita muda
Kulihat, tak ada lagi celah untukku bernaung di sana
Harimu penuh dengan wanita yang berjejalan
Dari pelayan hingga biduan
Bagaimana warna harimu, lelakiku yang tampan?
Samakah dengan malammu yang panjang?
Gemerlap kulihat cahayanya
Tak perlu bintang ketika kau bisa menciptakan kerlipan pesona menyilaukan
Apa kau lelah sekarang, sayang?
Apa sudah bosan kau lihat erotisme hiburan yang mengangkang?
Apa tak ingin lagi kau rengguk candu surga dunia?
Cobalah lagi, sayang!
Bukankah belum semua kau rasakan?
Puaskanlah dirimu meraja di semua dosa
Aku akan menunggumu, sayang
Ketika kau lelah dan pulang
Ya, kau akan pulang lagi kepadaku, perempuanmu.
Karena hanya aku yang mau memunguti belatung dan kerak dari borokmu…
Suatu hari nanti.
Retorika Batin
Wahai tanganku!
Tak letihkah kau langkahkan kaki pada permadani perdu?
Sedang di bawah telapakku telah menyala sekam
Lebam!
Wahai otakku!
Hentikan pikiran-pikiran tolol itu!
Aku bukan narapidana
Tak selayaknya dikepung nafsu hina
Urat nadiku pecah!
Berdarah!
Bergumul dalam keranda
Menuju neraka!!!
Sidoarjo, 16012017
Teruskan Saja, Tuan
Teruskan saja, Tuan
Kami tak mengapa
Saat membaui mulut anda
Beraroma sumpah-janji fana
Teruskan saja, Tuan
Kami tak keberatan
Saat terpilih jadi panutan
Kemudian kami anda lupakan
Teruskan saja, Tuan
Kami tetap tersenyum
Saat anda berpesta di bawah rembulan
Kami mengais di bawah jembatan
Teruskan saja, Tuan
Dan kami tinggal tertawa
Saat anda tak lagi temukan jalan
Tersesat dalam lorong berliku
Tenggelam dalam kegelapan
Depok, 160117
Jangan Ganggu Kesetiaanku
Oleh: Iringan Bayu Senja
Jangan hunuskan senyum manismu untukku..
Sebab kutahu itu hanya bernilai semu..
Jangan hujamkan lirikan mata elangmu padaku..
Sebab ku tau itu juga bernilai palsu..
Jangan pula kau lebarkan tawamu untukku..
Sebab kutahu itu juga hanya basa basimu..
Jangan kau tawarkan apapun padaku..
Sebab itu hanya kan sakiti orang terkasihmu..
Sedang aku, jikapun yang kau tawarkan berasal dari hatimu.
Maka tetap saja aku tak akan mau..
Aku menjadikan kehidupan kasihku atas dirimu..
Berlalulah dan biarkan peradaban waktu..
Menjawab semua maumu..
Aku sudah setia tapi kau masih selingkuh juga
Kau
Oleh : Nuke Hanasasmit
Lihat kami!
Kami mencoba kuat diatas kekurangan
Tak lelah banting tulang
Tapi kau?
Lihat dirimu!
Kau tak bersyukur dengan dirimu
Kau curi hak kami
Kau biarkan kami menderita
Tapi kau?
Seakan menari-nari diatas penderitaan kami
Lihat kami!
Apa tak kau lihat keringat kami?
Keletihan kami
Hanya demi sesuap nasi
Lihat negeri ini!
Sudah tiadakah hati?
Sudah tiadakah mata?
Hingga tak pernah kau lihat kami
Lalu, harus kemanakah kami?
Kami memang tak mampu balas dirimu
Karena Tuhan yang akan balas dirimu
Kau Menang Dalam Hati
Oleh: Lathifa Rulia Sadyyah
Kecil hingga Besar kau mencari keberhasilan
Bodoh hingga Pintar kau merangkai kesuksesan
Kau gores dengan noda yang pilu
Demi sekejap kenikmatan yang tabu
Kepala demi Kepala menunggumu dibelakang
Mengais sedikit sumbangan untuk sesuap nasi
Tidakkah kau terlalu melambung
Melampaui batas kerendahan hati
Dahulu kau cari mereka semua
Dahulu kau berjanji kepadanya
Dahulu kau susah payah bersama
Tapi sekarang Kau buang kami seperti tidak ada
Kemarin kau termangu seperti orang tak punya arah
Hari ini kau tersenyum seperti orang hebat
Besok kau akan menggongong di depan pasrah
Lusa kau akan masuk kedalam hutan yang penat
Kau berlari amat jauh seperti maling
Kau tidak tentram seperti angin topan
Semua itu kaurasakan sebagai balasan
Yang Maha Kuasa tentu akan melarang
Pencopet Metropolitan
Oleh : Malik Abdul
Siang hari di bandara Soekarno-Hatta
Mentari terik menyengat kulit seorang kakek tua
Dia berjalan gontai membawa tas yang penuh dengan pakaian
Terlihat binar matanya menampakkan kerinduan akan kampung halaman
Kepada isteri, anak, dan cucu-cucunya
Bahunya nampak terbungkuk menopang segala beban
Beban yang ada di dalam tasnya
Juga beban akan tanggung jawabnya
Dari arah berlawanan seorang pemuda berjalan cepat
Seperti terburu oleh nafsu sesaat
Tanpa perduli bahwa semua itu perbuatan jahat
Brakk…!
Tampak ia menabrak seorang kakek tua
Sang kakek terjatuh
Tangannya yang ringkih menopang tubuhnya yang terpelanting
Kerumunan orang apatis hanya menyaksikan
Sejenak terhenti dari langkah mereka
Namun seakan peristiwa itu hanyalah hal kecil
Dalam sekejap si pemuda itu terbangun
Dengan gerak cepat ia menyingkapkan dompet coklat didalam jaket
Na’as…
Sang kakek kehilangan segalanya
Semua kerja kerasnya lenyap dalam sekejap
Nampak kesedihan dari mata yang teduh itu
Dari kejauhan ia hanya menyaksikan
Si pemuda itu berlalari sangat kencang
Hingga tiba di seberang jalan
Ia hendak melawan arah untuk terus berlari
Namun sebuah buss melaju kencang hingga tiada mampu ia hindari
Saatnya tibalah karma berujung mati!
Kepada Para Pemulung Desaku
Oleh : Malik Abdul
Desaku terpencil di sudut sungai yang sepi
Masyarakat hidup pas-pasan tetapi penuh gaya
Seakan tak mau kalah dengan kemajuan kota
Mereka tak tahu apa itu halal
Mereka tak tahu apa itu haram
Sambil menyelam minum air
Sambil memulung mereka mencuri
Sambil mencuri mereka menari
Sambil menari mereka mengotori diri
Tiada satu pun cita-cita yang mulia diantara mereka
Karena mereka tiada mengenalnya
Ajaran agama pun tidak mereka anggap benar
Lantas siapakah yang harus berbenah
Para kiyai kah?
Atau mereka?
Negeriku
Oleh: Gus Mus
Mana ada negri sesubur negeriku
Sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tehu dan jagung tapi juga pabrik, tempat rekreasi dan gedung
Prabot-prabot orang kaya di dunia dan burung-burung indah piaraan mereka berasal dari hutanku
Ikan-ikan pilihan yang mereka santap bermula dari lautku
Emas dan perak, perhiasan mereka digali dari tambangku
Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku
Mana ada negri sekaya negeriku
Majikan-majikan bangsaku memiliki buruh-buruh mancanegara
Brangkas-brangkas Bank ternama dimana-mana menyimpan harta-hartaku
Negriku menumbuhkan konglomera dan mengikis habis kaum melarat
Rata -rata pemimpin negriku dan handai tolannya terkaya didunia
Mana ada negri semakmur negeriku
Penganggur-penganggur diberi perumahan, gaji dan pensiunan setiap bulan
Rakyat-rakyat kecil menyumbang negara tanpa imbalan
Rampok-rampok di beri rekomendasi, dengan kop sakti instansi
Maling-maling di beri konsensi
Tikus dan kucing dengan asik berkorupsi
Di Negeri Amplop
Oleh: Gus Mus
Aladin menyembunyikan lampu wasiatnya “malu”
Samson tersipu-sipu, rambut keramatnya ditutupi topi “rapi-rapi”
David coverfil dan rudini bersembunyi “rendah diri”
Entah, andai Nabi Musa bersedia datang membawa tongkatnya
Amplop-amplop di negeri amplop mengatur dengan teratur
Hal-hal yang tak teratur menjadi teratur
Hal-hal yang teratur menjadi tak teratur
Memutuskan putusan yang tak putus
Membatalkan putusan yang sudah putus
Amplop-amplop menguasai penguasa
Dan mengendalikan orang orang biasa
Amplop-amplop membeberkan dan menyembunyikan
Mencairkan dan membekukan
Mengganjal dan melicinkan
Orang bicara bisa bisu
Orang mendengar bisa tuli
Orang alim bisa nafsu
Orang sakti bisa mati
Di negri amplop, amplop-amplop mengamplopi apa saja dan siapa saja.
Demikian artikel kali ini tentang Contoh Puisi Satire Semoga ulasan dari kolaminfo.com dapat membantu kalian serta bisa menanbah pengetahuan serta wawasan, terima kasih atas kunjungannya jangan lupa untuk membaca artikel bermanfaat lainnya